Rencana Pembuatan Film The King
Popularitas bulutangkis membuat rumah produksi Alenia tertarik untuk membuat film dengan seting olahraga yang sering mengharumkan nama Indonesia. Atlet legendaris Liem Swie King menjadi inspirasi film yang akan diberi judul The King ini.
Rombongan Alenia, yang juga memproduksi film Denias, Senandung di Atas Awan, diterima Ketua Umum PBSI, Djoko Santoso, Senin (12/1) di kawasan Jl. Merdeka Barat, Jakarta. Ikut dalam rombongan tersebut pasangan artis Ari ''Ale'' Sihasale-Nia Zulkarnain, mantan pebulutangkis Liem Swie King dan Ricky Subagdja, yang rencananya ikut serta dalam syuting.
''Saya menyambut positif ide tersebut. PBSI terbantu dengan sosialisasi semacam ini. Film ini saya harap bisa membangkitkan motivasi, menumbuhkan idealisme bagi generasi muda untuk memberikan sumbangan prestasi lewat bulutangkis,'' kata Djoko, yang juga Panglima TNI ini.
Menurut Ale, film ini menceritakan kisah seorang anak yang orangtuanya mengidolai Liem Swie King. Orangtua itu mendukung dan mendorong si anak supaya berlatih bulutangkis.
Rencananya syuting berlangsung awal Februari hingga Maret. Mungkin akhir Juni sudah beredar di bioskop.
''Idenya muncul setelah melihat antusiasme suporter di Piala Thomas-Uber lalu. Liem Swie King dipilih karena dia adalah salah satu legenda bulutangkis Indonesia,'' ujar Ale.
Latihan ala King
Sosok King (52) memang patut jadi panutan. Kerja keras dan disiplin dalam latihan membawanya menjadi pemain sukses.
''Semasa menjadi pemain, King selalu menambah porsi latihannya sendiri. Jika pelatih menyuruh kami lari 20 kali putaran stadion atletik, King biasa menambah hingga 40 putaran,'' kata Ivanna Lie, rekan seangkatan King.
Masa sebelum masuk pelatnas ketika masih tinggal di Kudus, Jateng, King sudah biasa berlatih keras di bawah bimbingan sang ayah, Witopo, dan kakak iparnya yang menjadi pelatih di PB Djarum, Agus Susanto.
''Sejak kecil dia tak mau jadi nomor dua. Latihannya sangat tekun. Untuk latihan fisik dia lari dari Kudus ke Gunung Muria. Jaraknya sekitar 18 km,'' kata kakak King, Megah Idawati.
''Pemikiran saya sederhana saja. Kalau saya berlatih tidak lebih keras dibanding Rudy Hartono, yang saat itu adalah pemain terbaik, bagaimana mungkin saya bisa mengalahkan dia?'' tutur King, yang juga pernah bermain di film berjudul Sakura Dalam Pelukan (1979).
Pada era kejayaannya, King merebut gelar All England 1978, 1979, 1981. Di Piala Thomas, ia ikut andil di tim juara 1976, 1979, 1984. Selain bermain di nomor tunggal, King juga andal ketika berpasangan dengan Christian Hadinata atau Bobby Ertanto. Salah satu ciri khas King adalah cara melepaskan smes sambil melompat sehingga muncul sebutan King smash.
Soal ini, King punya tip. ''Smesnya mungkin biasa. Yang sulit adalah bagaimana kembali siap di tengah lapangan setelah melakukan smes,'' kata ayah tiga anak yang kini lebih sering bermain tenis ini
08.02
|
Label:
bulutangkis
|
0 komentar:
Posting Komentar